Isu mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat ke permukaan publik, meskipun sebelumnya sudah beberapa kali dibantah secara resmi oleh berbagai pihak. Di tahun 2025, perdebatan ini kembali hangat diperbincangkan setelah adanya pelaporan dari sejumlah pihak yang mempertanyakan keabsahan dokumen akademik Presiden ke-7 Republik Indonesia tersebut.
Polemik ini sejatinya bukan hal baru. Pertama kali muncul sekitar tahun 2019, isu ijazah Jokowi mulai diperbincangkan oleh sebagian kelompok iam-love.co yang meragukan latar belakang akademik beliau. Saat itu, berbagai spekulasi dan tuduhan disebarluaskan melalui media sosial dan forum daring, menyebutkan bahwa ijazah yang dimiliki Jokowi adalah palsu atau tidak valid. Namun, tuduhan-tuduhan tersebut langsung ditepis oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), tempat Jokowi menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Kehutanan.
Kini, pada tahun 2025, isu ini kembali diperkuat dengan pelaporan resmi oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang dipimpin oleh Eggi Sudjana ke Bareskrim Polri. Mereka meminta aparat penegak hukum untuk menyelidiki dugaan pemalsuan dokumen yang ditujukan kepada Presiden. Akibatnya, Jokowi dimintai keterangan oleh pihak Bareskrim Polri terkait hal tersebut. Meski tidak menghadiri langsung, pernyataan resmi telah diberikan pihak Istana.
Universitas Gadjah Mada kembali angkat bicara dan menegaskan bahwa ijazah Jokowi adalah sah dan dikeluarkan oleh institusi resmi. Mereka menyatakan bahwa semua data akademik Jokowi tersimpan dalam arsip UGM dan telah diverifikasi berkali-kali. Bahkan, pihak UGM menambahkan bahwa sejak lama font seperti Times New Roman telah digunakan di berbagai dokumen akademik, sehingga tuduhan berdasarkan gaya penulisan atau tampilan dokumen dianggap tidak berdasar.
Bareskrim Polri juga merespons cepat dengan melakukan penyelidikan lanjutan, termasuk melibatkan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor). Berdasarkan hasil analisis mereka, tidak ditemukan indikasi bahwa ijazah Presiden Joko Widodo adalah palsu. Pemeriksaan dokumen dilakukan dengan metode ilmiah dan hasilnya memperkuat pernyataan bahwa ijazah tersebut valid dan diterbitkan oleh instansi yang sah.
Namun, penyebaran isu ini tetap berkembang liar, terutama di media sosial. Video, gambar, dan narasi yang tidak tervalidasi beredar luas dan memicu kesimpangsiuran di masyarakat. Bahkan, muncul video yang mengklaim adanya putusan pengadilan yang menyatakan ijazah Jokowi palsu. Tim Cek Fakta Kompas telah membantah klaim tersebut, menegaskan bahwa tidak ada putusan hukum yang menyebutkan hal tersebut.
Fenomena ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh disinformasi di era digital. Masyarakat perlu lebih berhati-hati dan kritis dalam menerima informasi, terutama yang menyangkut figur publik. Verifikasi terhadap sumber informasi menjadi hal penting untuk menghindari kesalahpahaman dan pembentukan opini publik yang tidak berdasar.
Meski terus diserang dengan isu berulang, Presiden Joko Widodo dan institusi terkait telah memberikan klarifikasi berulang kali. Dengan bukti yang telah diverifikasi secara resmi, tudingan mengenai ijazah palsu ini semestinya tak lagi menjadi perdebatan. Namun demikian, edukasi publik mengenai literasi digital dan pentingnya verifikasi informasi tetap perlu ditingkatkan, agar isu serupa tidak terus terulang di masa depan.
BACA JUGA: Dinamika Politik Terbaru di Indonesia: Koalisi, Kabinet, dan Arah Pemerintahan Baru